Spread the love

Sebuah Features Tentang Kampung Jajan Pasar

Saat kebanyakan orang tengah bersiap-siap bergelung di bawah kehangatan selimut. Warga sebuah gang kecil di Dusun Kampung Jajan Pasar Jatinom Blitar, malah menjadikan malam hari sebagai waktunya mengais nafkah membuat jajan pasar.

Gang kecil yang hampir tak pernah tidur di malam hari, selalu ramai dengan suara-suara bocah kecil Inilah sebuah kampung di Desa Jatinom kota Blitar. Sebuah kampung di mana, kaum perempuan membuat jajan pasar, dan kaum laki-laki bekerja sebagai kuli bangunan, buruh pabrik, tukang parkir dan wirausaha.

Tidak ada yang menjelaskan mulai kapan warga pendatang dari Kota Surabaya memiliki profesi sebagai pembuat jajan pasar. Seperti cerita keluarga ini, hampir 2 tahun Bu Yulia, bersama suami melakoni malam dengan berkutat di depan sebuah baskom besar berisi parutan singkong, tepung terigu dan parutan kelapa. Tangan mungil kebagian tugas memasukkan campuran bahan kue ke dalam cetakan.

Sang Suami Sibuk Membuat Adonan

Baca Juga: 6 Tempat Wisata di Blitar Terbaru Yang Hits Wajib Dikunjungi

Sesekali, wanita ini beranjak dari duduknya, mengambil adonan yang telah siap di cetak lalu memasukkannya ke dalam teflon. Wuss…, uap panas lalu menyembur keluar begitu adonan di cetak Tinggal menunggu beberapa menit sampai akhirnya kulit dadar gulung itu matang. Rumah kecil ini terasa begitu pengap dan panas karena harus berbagi dengan dua kompor untuk mengukus kue basah sentiling.

Mendadar Gulung

Kaum perempuan pembuat jajan pasar pasrah dengan nasib yang menggiring mereka bekerja larut malam hingga dini hari. Seperti seorang ibu membuat dadar gulung. Ibu dua anak ini duduk di ruang tamu, duduk di atas dingklik, sebelah kanannya baskom besar berisi adonan dadar gulung.

Di depannya dua kompor menyala dengan api sedang, sambil menuang adonan ke wajan teflon mata wanita ini sesekali membagi perhatian ke layar hanphone. Adonan yang telah digoreng lalu ditelungkupkan ke dalam piring ceper, kemudian diisi parutan kelapa yang telah diberi gula.Lalu di gulung.

Dalam semalam Ia meyelesaikan sekitar 300 buah dadar gulung. Dadar gulung ini dijual perbuah Rp 800 sampai di pasar harga jualnya menjadi Rp 1000. “Untungnya paling banyak dua puluh lima ribu,” kata Bu Yulia. Keuntungan yang tidak seberapa ini, diakui ibu dua anak tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi sang suami hanya bekerja sebagai pegawai freeland.

Hidup dari hari ke hari bertambah berat, minyak tanah langka dan harga-harga terus merangkak membuat beban kian saat dirasakan ibu pembuat di kampung jajan pasar ini. “Saya bekerja pagi, siang dan malam. Mulai subuh berangkat ke pasar, setelah itu menyiapkan adonan. Siang hari, membuat aneka sate untuk angkringan. Malam hari menyiapkan aneka jajan pasar.

Keluarga ini bekerja terus, tapi kebutuhan tetap saja tidak mencukupi,” keluh Bu Yulia. Keluhan demi keluhan, yang lebih mirip keputusasaan itu kemudian mengalir, mempersalahkan si pembuat kebijakan atas melambungnya harga-harga sekarang ini.